NonstopNews – Ekonomi – Pemerintah berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai tahun 2025, sesuai amanat UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Namun, rencana ini menuai protes keras dari berbagai kalangan, yang khawatir akan berdampak buruk pada perekonomian rakyat.
Related Post
Serikat pekerja mengancam mogok nasional jika pemerintah tetap ngotot menaikkan PPN tanpa diimbangi kenaikan upah. Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan siap memimpin aksi mogok nasional yang melibatkan 5 juta buruh di seluruh Indonesia. Sentimen serupa juga muncul di media sosial, dengan petisi online yang telah mengumpulkan ribuan tanda tangan menuntut pembatalan rencana tersebut. Warganet khawatir kenaikan PPN akan membebani masyarakat, terutama dengan harga barang kebutuhan pokok yang sudah tinggi dan daya beli yang masih lemah. Gerakan gaya hidup minimalis pun muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap rencana kenaikan PPN ini.
Para ekonom pun turut menyuarakan kekhawatiran. Ronny P Sasmita dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, misalnya, memperingatkan enam potensi bahaya dari kenaikan PPN: penurunan daya beli masyarakat, penurunan kinerja produksi perusahaan, peningkatan PHK, penurunan minat investasi, sulitnya mencapai target pertumbuhan ekonomi, dan potensi penurunan penerimaan negara. Ia menjelaskan bahwa kenaikan harga barang dan jasa akibat kenaikan PPN akan mengurangi konsumsi masyarakat, yang berujung pada penurunan produksi dan investasi. Dampaknya, penerimaan negara dari PPN pun berpotensi menurun, bertolak belakang dengan tujuan awal kenaikan pajak tersebut.
Meskipun mendapat penolakan luas, pemerintah dan DPR tetap kukuh pada rencana kenaikan PPN. Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan bahwa rencana ini sesuai dengan UU HPP dan belum ada pembahasan untuk menundanya. Ia beralasan bahwa APBN harus dijaga kesehatannya sebagai instrumen penyerap kejut ekonomi. Senada dengan itu, Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada pemerintah. Perdebatan sengit ini pun terus berlanjut di tengah kekhawatiran akan dampak negatif kenaikan PPN terhadap perekonomian Indonesia.
Tinggalkan komentar