NonstopNews – Ekonomi – Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 menuai gelombang protes dari warganet. Sebuah petisi online yang beredar di media sosial X (dulu Twitter) dengan cepat mengumpulkan ribuan tanda tangan, menolak keras kebijakan tersebut.
Related Post
Akun @barengwarga menjadi inisiator petisi yang berjudul ‘Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!’. Hingga Kamis (21/11), petisi tersebut telah mengumpulkan lebih dari 2.808 tanda tangan. Dalam unggahannya, akun tersebut menyatakan kenaikan PPN akan membebani masyarakat karena berdampak pada harga barang kebutuhan pokok, mulai dari sabun mandi hingga bahan bakar minyak (BBM). Hal ini dikhawatirkan akan semakin menekan daya beli masyarakat yang tengah berjuang di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih dan angka pengangguran yang tinggi.
Bukan hanya petisi, warganet juga menggaungkan gerakan hidup minimalis sebagai bentuk perlawanan terhadap rencana kenaikan PPN. Gerakan ini mengajak masyarakat mengurangi konsumsi untuk menekan beban pajak, mengingat konsumsi masyarakat merupakan salah satu penggerak roda perekonomian.
Kenaikan PPN ini sendiri tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan rencana kenaikan PPN masih sesuai dengan UU HPP dan hingga saat ini belum ada pembahasan untuk menunda pemberlakuannya. Meskipun mengakui adanya perdebatan terkait kenaikan pajak di tengah melemahnya daya beli, Sri Mulyani menekankan pentingnya menjaga kesehatan APBN sebagai instrumen penyangga perekonomian nasional.
Perdebatan ini pun semakin memanas, mengusik publik dan menimbulkan pertanyaan besar: akankah pemerintah mengindahkan aspirasi rakyat? Atau tetap ngotot melanjutkan kebijakan yang berpotensi memukul daya beli masyarakat?
Tinggalkan komentar